MAKALAH
“ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Dosen pengampu : E Desiana Mayasari, M.A.
Disusun oleh :
1. Blasius Febrian Adipratama 151134025
2. Theresia Rika Mali 151134130
3. Erika Damayanti 151134157
4. Amalia Milawati 151134245
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah tunagrahita (intellectual disability) atau dalam perkembangan sekarang lebih dikenal dengan istilah developmental disability adalah keadaan dimana anak memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata. sering kali masyarakat memiliki pandangan yang keliru tentang penyandang tunagrahita. Mereka yang tidak memiliki banyak informasi tentang tunagrahita masih sering menganggap bahwa penyandang tunagrahita adalah orang idiot yang tidak memiliki kemampuan apapun. Bahkan sering kali, para penyandang tunagrahita seakan diasingkan dari berbagai macam kegiatan.
Padahal penyandang tunagrahita juga masih memiliki hak yang sama dengan anak normal. Salah satunya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan. Hal tersebut diatur dalam UUD’45 pasal 31 ayat 1, yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”. Walaupun anak tunagrahita tidakmemiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata, namun mereka masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki.
Oleh karena itu dalam makalah ini kami, akan membahas mengenai pengertian tunagrahita, karakteristik tunagrahita, tipe tunagrahita, faktor penyebab tunagrahita, pendampingan yang dilakukan untuk tunagrahita dan menjelaskan hasil observasi kelompok kami saat berada di SLB.
B. RUMUSAN MASALAH
- Siapa tokoh pendidikan tunagrahita?
- Apa yang dimaksud dengan tunagrahita?
- Apa saja faktor penyebab tunagrahita?
- Bagaimana karakteristik umum anak tunagrahita?
- Apa saja tipe-tipe tunagrahita?
- Bagaimana perkembangan anak tunagrahita?
- Bagaimana pendampingan untuk anak tunagrahita?
C. TUJUAN
- Untuk mengetahui tokoh pendidikan tunagrahita
- Untuk mengetahui pengertian tunagrahita
- Untuk mengetahui faktor penyebab tunagrahita
- Untuk mengetahui karakteristik umum anak tunagrahita
- Untuk mengetahui tipe-tipe tunagrahita
- Untuk mengetahui bagaimana perkembangan anak tunagrahita
- Untuk mengetahui bagaimana pendampingan untuk anak tunagrahita
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tokoh Pendidikan Tunagrahita
Pendidikan bagi anak tuna grahita pertama kali muncul pada abad ke XVIII. Salah satu tokoh tunagrahita yang terkenal pada masa itu adalah Jean Marc Garpart Itard. Ia merupakan seorang dokter berkebangsaan Perancis. Kala itu, berupaya mendidik seorang anak berusia 11 tahun bernama Victor yang ditemukan di hutan. Dia mencoba mengajar Victor melalui program latihan sensori dan apa yang sekarang ini disebut modifikasi perilaku. Setelah lima tahun ia memberikan pembelajaran, anak tersebut hanya mampu terbiasa dengan keterampilan dasar sosial dan menolong diri. Itard menganggap usahanya gagal. Tetapi kemudian dia mampu menunjukkan bahwa dengan belajar masih memungkinkan bagi individu yang digambarkan tidak mempunya harapan dan idiot.
Metode yang dipakai kemudian dikumpulkan dalam sebuah buku berjudul The Wild Boy of Aveyron yang terbit pada tahun 1801. Metode tersebut sampai sekarang menjadi dasar pembelajaran anak cacat mental, setelah diterjemahkan secara rinci oleh muridnya yang bernama Edouard Sequin dan terbit dalam sebuah buku berjudul Idiocy and Its Treadment by the Physiological Method pada tahun 1866. Beberapa konsep penting yang diuraikan dalam kedua buku tersebut antara lain:
a) Pendidikan anak secara utuh
b) Pembelajaran secara individual
c) Mulai pembelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan anak
d) Hubungan dekat antara siswa dan guru.
Pada abad XX, konsep-konsep ini dikembangkan lebih lanjut oleh tokoh pendidik berkebangsaan Italia, Maria Montessori, yang menekankan pada pelatihan semua syaraf / indera.
B. Definisi anak tunagrahita
Tunagrahita berasal dari kata tuna dan grahita. Tuna berarti merugi dan grahita berarti pikiran. Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Definisi tentang anak tunagrahita juga dikembangkan oleh AAMD (American Association of Mental Deficiency) yang menyatakan bahwa “keterbelakangan mental menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa perkembangan” (kauffaman dan Hallahan,1986). Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retardation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective, dan lain-lain.
Anak tunagrahita dikenal juga dengan istilah keterbelakangan mental, sebab keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti progam pendidikan di sekolah biasa secara klasikal. Permasalahan anak yang tidak mampu mengikuti sistem pengajaran klasikal mendorong pemecahan masalah ini secara tuntas. Konsep baru tentang psikologi yang dikemukakan oleh Alfred Binet menjelaskan bahwa kini kecerdasan diteliti secara langsung tanpa perantara lagi. Binet juga mengemukakan ide baru yang diistilahkan dengan “Mental Level” yang kemudian menjadi “Mental Age”.
Mental Age (MA) adalah kemampuan mental yang dimiliki oleh seorang anak pada usia tertentu. Jika seorang anak memiliki MA yang lebih tinggi daripada umurnya (Cronology Age), maka anak tersebut memiliki kemampuan mental atau kecerdasan di atas rata-rata. Sebaliknya jika MA seorang anak lebih rendah daripada umurnya, maka anak tersebut memiliki kemampuan kecerdasan di bawah rata-rata. Anak tunagrahita selalu memiliki MA yang lebih rendah daripada CA secara jelas. Selain dengan konsep MA, seorang anak dapat dikatakan sebagai tunagrahita setelah mengetahui IQ dan penyesuaian perilakunya.
C. Faktor Penyebab Tunagrahita
Menurut Endang Warsiki Godhali (1983) penyebab tunagrahita dapat dibagi menjadi kelompok biomedik dan sosiokultural, psikologik, lingkungan.
1. Kelompok biomedik dapat dibagi menjadi sebab prenatal, natal, dan postnatal
a. Penyebab prenatal
- Ibu yang sedang mengandung terinfeksi kuman (tbc, syphilis, meningitis, karena meningococus), virus (rubella, influenza, cytomegalis,dll) dan toxoplasma
- Sewaktu mengandung ibu menderita penyakit kholera, typhus, malaria tropika kronis, gondok pada waktu hamil muda,syphilis, gabag atau mazalen
- Terjadi keracunan pada janin karena bilirubin (kemicterus), timah, karbonmonoksida, toxemia. Ketika mengandung muda ibu mengkonsumsi obat penenang beracun (obat thalidomide dan obat kontraseptif anti hamil yang sangat kuat)
- Kelainan kromosom
- Irradiasi pada kandungan umur kehamilan 2-6 minggu. Zat radio aktif yang mengenai ibu yang sedang hamil dapat menjadikan anak yang dilahirkan cacat
- Malnutrisi pada ibu terutama karena defisiensi protein
b. Penyebab natal (saat persalinan)
- Kelahiran dengan bantuan tang (tangverlossing). Hal ini disebabkan bayi dalam kandungan sangat subur atau pinggul ibu terlalu sempit.
- Anoxia otak karena asphyxia, yaitu lahir tanpa nafas/bayi seperti tercekik. Hal ini disebabkan adanya lendir di dalam alat pernafasan bayi atau cairan di dalam paru-parunya. Selain itu, asphyxia bisa terjadi karen ibu mendapat zat pembius terlalu banyak.
- Prematuritas, yaitu bayi lahir sebelum masanya. Pertumbuhan jasmani dan jiwanya tertunda atau mengalami kelambatan. Bisa juga bayi mengalami pendarahan pada bagian kepala (intracranial haemorrhage).
c. Penyebab postnatal (setelah kelahiran)
- Malnutrisi bayi
- Infeksi pada otak oleh penyakit cerebal meningitis, gabag, dll
- Trauma kapitalis, yaitu luka-luka pada kepala atau di kepala bagian dalam karena bayi pernah jatuh, terpukul, atau mengalami serangan sinar matahari dan bayi pingsan lama.
2. Kelompok sosiolkultural, psikologik, dan lingkungan
a. Adanya retradasi mental ringan yang terdapat pada anggota keluarga lain
b. Adanya gangguan emosi pada anak, sehingga anak berfungsi di bawah potensi sebenarnya. Misalnya : iri terhadap saudaranya, penolakan orang tua, ditinggal orang tua, dll
D. Karakteristik Umum Tunagrahita
1. Keterbatasan Inteligensi
Inteligensi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah dan situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan juga membaca terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian.
2. Keterbatasan Sosial
Anak tunagrahita memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat. Ia memiliki ketergantungan yang besar terhadap orang tuanya, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, mudah dipengaruhi, dan cederung melakukan sesuatu tenpa memikirkan akibatnya. Sehingga anak tunagrahita sangat memerlukan perlidungan, bimbingan dan bantuan dari orang lain.
3. Keterbatasan Fungsi-Fungsi Mental Lainnya
Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama.
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat pengolahan kata yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, mereka memerlukan kata-kata konkret yang sering didengarnya. Latihan-latihan sederhana seperti mengajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah, pertama, kedua, terakhir, perlu menggunakan pendekatan yang konkret.
Selain itu, anak tunagrahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, seperti baik dan buruk, benar dan salah. Ini semua karena kemampuannya terbatas sehingga anak tunagrahita tidak dapat membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan.
E. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Pengelompokan anak tunagrahita pada umumnya didasarkan pada taraf inteligensinya dan kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC).
1. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 pada skala Binet dan 69-55 menurut Skala Weschler (WISC). Anak tunagrahita ringan masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Pada umur 16 tahun anak tunagrahita ringan ini baru mencapai umur kecerdasan sama dengan anak umur 12 tahun. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak ini pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.
Anak tunagrahita ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja semi-skilled seperti pekerja laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan jika dilatih dan dibimbing dengan baik anak tunagrahita ini dapat bekerja dipabrik-pabrik dengan sedikit pengawasan. Namun, anak tunagrahita ringan ini tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen. Ia akan membelanjakan uangnya dengan lugu, tidak dapat merencanakan masa depan, dan bahkan suka berbuat kesalahan. Pada umumnya agak sukar membedakan secara fisik antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal.
2. Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada skala Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC). Anak tunagrahita sedang ini dapat mencapai MA sampai dengan usia 7 tahun. Pada umur dewasa mereka baru mencapai kecerdasan yang sama dengan anak umur 7 atau 8 tahun. Mereka dapat dididik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya, berjalan di jalan raya, dan sebagainya.
Anak tunagrahita sedang sangat sulit belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara sosial, misalnya menulis namanya sendiri, alamat rumahnya, dan lain-lain. Ia juga masih dapat dididik untuk mengurus diri sendiri, seperti mandi, makan, menyapu, dan lain sebagainya. dalam kehidupan sehari-hari, anak tunagrahita sedang membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. Mereka juga masih dapat bekerja di tempat kerja yang terlindung.
3. Tunagrahita Berat
Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala Binet dan antara 39-25 menurut Skala Weschler (WISC). Kelompok tunagrahita ini dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ di bawah 19 menurut Skala Binet dan IQ di bawah 24 menurut Skala Weschler (WISC). Kecerdasan seorang anak tunagrahita berat dan sangat berat hanya dapat berkembang paling tinggi seperti anak normal yang berumur 3 atau 4 tahun.
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu bergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri. Pada umumnya mereka tidak dapat membedakan yang berbahaya dengan yang tidak berbahaya, tidak dapat berpartisipasi dengan lingkungan di sekitarnya, dan jika sedang berbicara maka kata-kata dan ucapannya sangat sederhana.
F. Perkembangan Anak Tunagrahita
1. Perkembangan Fisik
Perkembangan jasmani dan motorik anak tunagrahita tidak secepat perkembangan anak normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesegaran jasmani anak tunagrahita yang memiliki MA 2 tahun sampai dengan 12 tahun ada dalam kategori kurang sekali. Sedang anak normal pada umur yang sama ada dalam kategori kurang (Umardjani Martasuta, 1984). Dengan demikian tingkat kesegaran jasmani anak tunagrahita setingkat lebih rendah dibandingkan dengan anak normal pada umur yang sama.
2. Perkembangan Kognitif
Para ahli psikologi perkembangan umumnya beranggapan bahwa jika anak tunagrahita dibandingkan dengan anak normal yang mempunyai MA yang sama secara teoritis akan memiliki tahap perkembangan kognitif yang sama (Zigler, 1969). Pendapat ini didasarkan pada sebuah asumsi bahwa individu secara aktif mengkonstruksikan struktur internalnya melalui melalui interaksi dengan lingkungan. Namun, pendapat seperti itu tidak seluruhnya benar, sebab ada beberapa penelitian yang membuktikan bahwa anak tunagrahita yang memiliki MA sama dengan anak normal tidak memiliki ketrampilan kognitif yang sama. Anak normal tetap memiliki keterampilan kognitif yang lebih unggul daripada anak tunagrahita. Anak normal memiliki kaidah dan strategi dalam memecahkan masalah, sedangkan anak tunagrahita bersifat trial and error.
Kecepatan belajar (learning rate) anak tunagrahita jauh ketinggalan oleh anak normal. Untuk mencapai kriteria-kriteria yang dicapai oleh anak normal,anak tunagrahita lebih banyak memerlukan ulanga tentang bahan tersebut. Dalam kaitannya dengan makna belajar, ternyata anak tunagrahita dapat mencapai prestasi yang lebih baik dalam tugas-tugas diskriminasi (misalnya mengumpulkan bentuk-bentuk yang berbeda, memisahkan pola-pola yang berbeda, dsb) jika mereka melakukannya dengan pengertian.
G. Pendampingan untuk anak tunagrahita
1. Pelatihan untuk anak tunagrahita
a. Occuppasional Therapy (Terapi Gerak)
Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita untuk melatih gerak fungsional anggota tubuh (gerak kasar dan halus)
b. Play Therapy (Terapi Bermain)
Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita dengan cara bermain. Misalnya : memberikan pelajaran terapi hitungan, anak diajarkan dengan cara sosiodrama, bermain jual-beli.
c. Activity Daily Living (ADL) atau Kemampuan Merawat Diri
Anak tunagrahita harus diberikan pengetahuan dan keterampilan tentang kegiatan kehidupan sehari-hari agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain dan tidak tergantung kepada orang lain.
d. Life Skill (Keterampilan Hidup)
Untuk bekal hidup, anak tunagrahita diberikan pendidikan keterampilan. Dengan keterampilan yang dimilikinya mereka diharapkan dapat hidup dilingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri dan usaha.
e. Vocational Therapy (Terapi Bekerja)
Selain diberikan latihan keterampilan, anak tunagrahita juga diberikan latihan kerja. Dengan bekal keterampilan yang dimilikinya, anak tunagrahita diharapkan dapat bekerja.
2. Permainan untuk Anak Tunagrahita
a. Permainan Tebak Nama
Ketentuan :
- Dilakukan oleh 3-5 anak
- Lama Permainan 15 menit
Cara bermain :
- Permainan dimulai dengan melakukan pengundian untuk menentukan siapa yang menjadi penebak dan anak yang ditebak (anak yang menebak sebanyak 1 anak dan lainnya sebagai anak yang ditebak)
- Anak yang menjadi penebak ditutup matanya dan berdiri di tengah kerumunan anak-anak lain
- Salah satu anak yang ditebak memanggil nama anak penebak
- Anak yang menebak berusaha menebak nama anak yang tadi bersuara. Jika berhasil tugas anak yang menebak digantikan oleh anak yang namanya berhasil ditebak. Namun jika salah ia tetap menjadi anak yang bertugas menebak.
Manfaat dari permainan :
- Melatih indera pendengaran
- Melatih daya ingat
b. Permainan Memasukkan Paku dalam Botol
Ketentuan permainan :
- Dilakukan oleh 2-6 anak
- Lama permainannya 15 menit
Cara bermain :
- Guru mengikat paku dengan tali, kemudian tali tersebut diikatkan pada pinggang peserta dengan cara melingkar
- Guru memberi aba-aba dan mengatur posisi peserta yaitu membelakangi botol
- Ketika permainan dimulai, peserta harus berusaha memasukkan paku tersebut ke dalam botol
- Peserta yang berhasil memasukkan paku dalam botol pertama kali itulah pemenangnya.
Manfaat permainan :
- melatih konsentrasi
- mengendalikan emosi.
c. Permainan Lempar Tangkap Bola
Ketentuan :
- Tidak ada batasan peserta dalam permainan ini
- Bola yang digunakan adalah bola plastik dengan ukuran besar
Cara permainan ;
- Peserta berpasang-pasangan dan berdiri saling berhadapan
- Guru memulai permainan dengan melempar bola kepada anak yang dipilih. Tugas anak yang mendapatkan bola harus melempar bola kepada lawan mainnya yang berada di depannya. Begitu seterusnya
Manfaat permainan :
- Melatih kecepatan motorik kasar anak
- Melatih konsentrasi
- Melatih ketangkasan
d. Bocce
Ketentuan :
- peserta 2 - 4 orang
- dapat dilakukan di dalam maupun luar ruangan
Cara Bermain :
- Pertama menyiapkan 10 bola putih kecil yang disebut pallino dan diletakkan berjejer.
- Lalu peserta yang akan main membawa satu bola tennis
- Peserta melemparkan bola tennis yang dibawanya tersebut mengarah pada kumpulan bola-bola kecil yang diletakkan secara berjejer.
- Peserta yang berhasil melempar bola sampai mendekati pallino lah yang akan menang.
Manfaat Permainan :
- Melatih motorik tangan dan kaki
- Melatih konsentrasi
- Anak dapat bersosialisasi dengan teman lainnya
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Anak tunagrahita merupakan anak yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan mental. Menurut Endang Warsiki Godhali (1983) penyebab tunagrahita dapat dibagi menjadi kelompok biomedik dan sosiokultural, psikologik, lingkungan. Tunagrahita dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu tunagrahita ringan, sedang, dan berat. Karakteristik anak tunagrahita dapat dilihat dari sudut pandang keterbatasan intelegensi, keterbatasan sosial, dan keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya. Terdapat beberapa terapi seperti terapi gerak, terapi bermain, terapi merawat diri, keterampilan hidup dan terapi kerja. Selain itu, terdapat beberapa permainan seperti menebak nama, lempar tangkap bola, memasukkan paku dalam botol yang dapat melatih anak tunagrahita.
LAMPIRAN
penyandang tuna grahita sedang
penyandang tuna grahita sedang
penyandang tuna grahita berat
PERMAINAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA
permainan bocce
permainan memasukkan paku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar